Perasaan cinta atau marah, kenyataan atau khayalan?

Apa maksudnya? Mungkin itu yang ada dalam bayangan kita ketika membaca judul artikel ini. Topik yang akan dibahas memang sesuai judulnya, apakah perasaan cinta yang pernah atau ingin kita rasakan terhadap seseorang itu adalah kenyataan? Ataukah hanyalah suatu khayalan atau imajinasi saja? Apa manfaat membaca artikel ini?

Mayoritas manusia di dunia ini (kalau tidak bisa saya sebut semua manusia) ingin merasa saling mencintai dan saling menyayangi. Rasanya bagaimana ya kalau di cintai atau di sayang itu? Hmm, yang jelas rasanya nyaman & tidak mudah untuk di gambarkan dengan kata2, kecuali oleh penulis novel romantis yang sudah berpengalaman. Seperti seakan-akan, ketika merasakan perasaan saling mencintai di dalam hati, hambatan apa pun dalam kehidupan seakan-akan terasa ringan untuk di hadapi. Seandainya perasaan cinta itu di rasakan oleh sepasang sejoli (belum atau sudah menikah, apakah mengandung dosa atau tidak), seakan-akan dunia milik berdua. Seandainya perasaan cinta itu di rasakan antara orang tua dan anak, seakan-akan anak merasakan semua tantangan dalam kehidupannya terasa lebih mudah. Dan orang tua juga merasakan indahnya dunia diberkahi anak yang saling mencintai dengannya.

Tapi seringkali, seiring dengan berjalan-nya waktu, perasaan cinta itu seperti reda. Dalam banyak kasus seperti hilang, terbang bersama angin. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah cinta yang dulu di rasakan itu cuma khayalan belaka, atau sebuah kenyataan yang di rasakan di dalam hidup kita? Kenapa dulu perasaan saling mencintai itu bisa terasa? Kenapa kemudian hilang? Apakah memang harus seperti itu?

Secara umum, semua perasaan yang ada dalam hati manusia, bisa diciptakan, bisa pula dihilangkan. Munculnya atau hilangnya perasaan-perasaan itu bisa disengaja, bisa pula tidak di sengaja. Dalam kesempatan ini saya akan fokus membahas tentang perasaan cinta.

Jika kita kembali ke masa lalu, atas perasaan cinta yang pernah dirasakan terhadap seseorang, coba diingat kembali. Ketika tidak sedang bersama orang tersebut, bayangan apa yang muncul tentang orang tersebut di dalam kepala kita? Misalnya, waktu di sekolah bertemu, kemudian pulang ke rumah, kira-kira apa yang muncul dalam bayangan kita tentang orang tersebut. Bisa hampir dipastikan bayangan yang muncul adalah bayangan yang positif. Mungkin terbayang bahwa orang tersebut senang mendengarkan kita berbicara, berusaha memahami perasaan kita, seakan-akan kita bisa cerita apa saja, dan lain sebagainya. Walaupun jarang bertemu dengan orang tersebut, misalnya ketika mempunyai hubungan komunikasi jarak jauh, tinggal di lain kota, seakan-akan perasaan saling mencintai itu semakin besar. Padahal bisa jadi yang kita bayangkan itu belum tentu sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

Kemudian mari kita balik skenario-nya. Ketika kembali ke masa lalu, atas perasaan marah atau tidak suka yang pernah di rasakan terhadap seseorang. Ketika tidak sedang bersama orang tersebut, bayangan apa yang ada di kepala kita tentang orang tersebut? Mungkin dia sedang memarahi kita, memukul, tidak mendengarkan apa yang kita katakan, dan lain sebagainya. Semakin sering bayangan-bayangan negatif ini muncul di kepala kita, semakin negatif pula emosi atau perasaan yang dirasakan terhadap orang tersebut. Padahal bisa jadi yang di bayangkan itu belum tentu  sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

Setelah membaca dua paragraf terakhir di atas, yang satu tentang perasaan cinta, yang satu-nya lagi tentang perasaan marah, jadi timbul minimal satu pertanyaan. Apakah perasaan cinta atau marah itu, disebabkan oleh orang lain, atau di sebabkan oleh diri sendiri? Lebih spesifik lagi, apakah perasaan cinta atau marah itu disebabkan oleh perkataan/perbuatan orang lain, ataukah disebabkan oleh imajinasi di dalam kepala? Jadi, apakah perasaan cinta atau marah itu, sebuah kenyataan, atau khayalan belaka?

Perasaan cinta atau pun marah, sebagian besar bukan di sebabkan oleh orang lain, oleh benda, oleh materi ataupun oleh non-materi, tapi disebabkan oleh perubahan perasaan yang ada di dalam hati. Perubahan perasaan itu bisa disebabkan salah satunya oleh bayangan-bayangan yang ada di dalam kepala, apakah di sengaja ataupun tidak.

Sehingga dalam kehidupan sehari-hari, ketika merasakan perasaan cinta kepada orang lain, bisa lebih di mengerti bahwa penyebab-nya bukan di orang lain, tapi di dalam diri sendiri. Dan ketika merasakan perasaan marah kepada orang lain, penyebab-nya bukan di orang lain, tapi di dalam diri sendiri.

Dengan demikian lebih mudah buat diri kita sendiri untuk memahami, bahwa perasaan itu bisa di rubah sesuai yang kita inginkan. Perasaan cinta ataupun marah tidak terjadi dengan sendirinya, tapi ada proses yang terjadi sehingga perasaan itu timbul. Dan proses ini bisa terjadi hanya dalam waktu se per sekian detik.

Ketika perasaan itu mendatangkan manfaat, bisa kita biarkan. Jika mendatangkan masalah, bisa di kurangi atau dihilangkan. Perasaan cinta kepada pasangan hidup atau keluarga mendatangkan manfaat, sedangkan perasaan cinta kepada orang lain yang tidak seharusnya, bisa mendatangkan masalah. Sedangkan perasaan marah, kepada siapapun, biasanya mendatangkan masalah. Jika bisa dilakukan sendiri, itu baik buat kita. Jika susah untuk menghilangkan-nya dengan usaha sendiri atau sepertinya membutuhkan waktu ber-tahun-tahun untuk menghilangkannya, bisa minta bantuan orang yang berpengalaman & dipercaya untuk membantu untuk mengubah perasaan dalam hati.

Semoga bermanfaat untuk yang membaca artikel ini. Semua nasehat yang baik juga saya tujukan untuk diri saya sendiri. Sampai ketemu pada artikel selanjutnya.

Thanks.

Syahriar Rizza
Terapis Hati
rizza@terapihati.com

Tidak Memahami Fungsi Batin atau Hati Bisa Menyebabkan Mati Rasa

Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa merasakan keberadaan diri kita di dunia ini. Kita bisa melihat diri kita di depan kaca. Kita bisa melihat wajah kita seperti apa & tubuh kita seperti apa. Ketika berjalan kita bisa memperhatikan bagaimana kita berjalan. Ketika berbicara dengan orang lain kita bisa perhatikan kata-kata yang keluar dari mulut kita. Dan dengan berbagai kejadian yang kita alami di kehidupan kita, hati kita juga bisa merasakan berbagai perasaaan yang timbul akibat berbagai peristiwa tersebut, positif maupun negatif.

Akan tetapi cukup banyak juga di antara kita yang kadang2 merasa seperti dirinya hilang. Seperti bingung apa yang sebenarnya di rasakan dalam hati tentang kehidupan yang dijalani. Dan kemudian lebih sering bicara dengan diri sendiri dan merasa malas untuk bicara dengan orang yang dirasa tidak ada kecocokan. Apa yang sebenarnya terjadi? Demikian pertanyaan salah seorang rekan.

Ketika batin atau hati kita merasakan seperti ada yang hilang, banyak perasaan yang sebenarnya sedang dirasakan oleh hati kita tercinta. Bisa jadi sedang merasakan perasaan kesepian atau kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Tapi bukan hanya sekedar orang lain, tapi orang lain yang benar-benar mengerti perasaan yang kita rasakan. Bisa juga karena dalam kehidupan, sering merasakan berbagai perasaan negatif seperti marah, stress, dan berbagai beban emosi negatif lainnya, membuat batin atau hati kita menjadi capai. Kemudian seperti seakan-akan lebih mudah ketika mengabaikan semua perasaan yang mengganggu tersebut. Seakan-akan merasa tidak sepatutnya kita merasakan semua perasaan negatif tersebut, dengan semua hal yang bisa kita syukuri di dunia ini.

Tanpa di sadari, kecenderungan untuk mengabaikan perasaan dalam hati ini adalah tanda bahwa kita kurang bersyukur dengan batin atau hati yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Pencipta kepada kita. Hati (bukan hati “liver”, tapi hati/batin yang sifatnya abstrak) diciptakan untuk merasakan perasaan. Perasaan-perasan itu muncul dan dirasakan sebagai tanda bahwa ada sesuatu yang harus diselesaikan. Perasaan marah sebagai tanda untuk menyelesaikan masalah dan memaafkan orang lain. Perasaan stress sebagai tanda untuk mengurangi beban stress dan meningkatkan kemampuan untuk menghadapi tekanan. Dan perasaan-perasaan negatif lain-nya pun mempunyai fungsi-nya masing-masing sebagai indikator atau tanda bahwa ada sesuatu dalam kehidupan kita yang harus diselesaikan. Mengabaikan semua perasaan yang wajar dirasakan oleh manusia ini membuat hati semakin terbebani dengan semua perasaan negatif, sampai tiba di suatu titik yang di sebut dengan MATI RASA. Seakan-akan sudah tidak merasakan apa2 lagi. Dengan mati rasa ini, perasaan negatif yang lainnya bisa timbul, seperti perasaan kurang di perhatikan. Dan yang lebih menyakitkan, perasaan negatif yang dirasakan akibat mati rasa ini adalah perasaan kurang diperhatikan oleh diri sendiri. Padahal diri kita sendiri adalah orang yang paling kita bisa andalkan untuk menyayangi dan memperhatikan diri kita sendiri.

Dalam kondisi sakit di dalam batin/hati seperti ini, tentunya batin/hati lebih mudah terluka ketika terjadi sesuatu yang kurang menyenangkan dalam hidup. Interaksi dengan orang lain, terutama yang tidak dirasakan ada kecocokan, bisa semakin berkurang, untuk mencegah melukai hati lebih lanjut.

Dan lama-kelamaan, tanpa di sadari, mulai muncul berbagai macam penyakit. Yang tadinya hanya sekedar psikosomatis, yaitu penyakit fisik yang disebabkan secara langsung oleh emosi negatif, menjadi penyakit yang bisa lebih mudah terdeteksi dengan peralatan medis. Kemampuan metabolisme & imunitas tubuh menurun, dan semakin mudah bagi penyakit lainnya untuk timbul di dalam tubuh. Jika siklus-nya tidak di berhentikan, berbagai kemungkinan yang tidak ingin kita bayangkan bisa terjadi.

Dan semuanya itu di awali dengan kecenderungan mengabaikan perasaan negatif di dalam hati. Tapi semuanya itu tadi hanyalah berbagai kemungkinan yang bisa terjadi, nanti. Sekarang kita bisa semakin bersyukur bahwa hati kita masih bisa merasakan berbagai perasaan, baik negatif maupun positif. Dan melakukan semua yang kita bisa lakukan, sendiri atau dengan bantuan orang lain yang kita percayai, untuk mengatasi berbagai perasaan yang kita rasakan. Dan tetap berusaha mengatasi berbagai tantangan yang di hadapi dalam hidup ini. Sampai jumpa pada artikel berikutnya. Semua yang saya sampaikan di atas juga saya tujukan untuk diri saya sendiri.

Syahriar Rizza
Terapis Hati
rizza@terapihati.com