Sayang Kepada Diri Sendiri untuk Kehidupan yang Lebih Sehat dan Bahagia
Desember 29, 2006 Tinggalkan komentar
Dalam berinteraksi dengan klien maupun peserta seminar & workshop, terkadang bertemu dengan beberapa orang yang memilih untuk tetap mempertahankan masalah mereka supaya tetap diperhatikan oleh orang lain, daripada menyelesaikan masalahnya, tapi perhatian yang di dapatkan berkurang. Misalnya ada yang mengeluh sering sakit fisik seperti batuk, sakit kepala, perut, dan lain sebagainya, dan yang bersangkutan juga tahu kalau sakitnya suka timbul kalau sedang stress atau marah. Tentunya ada penyebab fisik seperti makanan, minuman, gaya hidup, udara, dan lainnya yang bisa menyebabkan penyakit fisik timbul. Tapi jika penyakit timbul cukup rutin, dan biasanya timbul ketika sedang stress atau merasakan emosi negatif, tentunya faktor emosi cukup besar dalam mempengaruhi penyakit tersebut.
Ketika sedang sakit kepala, tentunya sangat tidak nyaman rasanya. Tapi ketika sakit kepala timbul, dan kemudian ada perhatian berlebih dari pasangan hidup atau orang tua, kadang-kadang keinginan untuk sembuh jadi berkurang. Seorang istri yang biasanya jarang dipeluk atau di pijat oleh suami-nya karena sibuk dengan pekerjaan, yang kemudian dipeluk dan dipijat oleh suami-nya saat sedang sakit kepala, tentunya sang istri merasa lebih nyaman. Ketika perasaan nyaman ini lebih mem-bahagia-kan dibandingkan sakit kepala yang dirasakan, tanpa di sadari tubuh bisa menciptakan kondisi tertentu pada kepala, yang kemudian menciptakan sakit kepala. Karena tubuh merasakan bahwa dengan adanya sakit kepala, kebahagiaan & kenyamanan atas pelukan dan pijatan itu bisa terulang kembali, seperti yang sudah terkondisikan selama ini.
Hal yang serupa juga bisa terjadi pada seorang anak yang mempunyai kesalah paham-an dengan orang tua-nya. Ketika terjadi perbedaan persepsi antara apa yang diinginkan orang tua dan apa yang diinginkan anak, seringkali anak merasa kurang di sayang oleh orang tuanya. Dan ketika anak ingin menyampaikan apa yang diinginkannya, kata-kata tertahan di tenggorokannya, menyebabkan anak menjadi batuk. Orang tua yang memahami kondisi ini akan lebih mudah untuk mengajak anak berbicara, membuat anak merasa di perhatikan, yang semakin membuat reda batuk sang anak. Akan tetapi, ketika kesalah pahaman terjadi kembali, batuk bisa muncul lagi, anak ngobrol lagi dengan orang tua, batuk reda kembali. Tentunya semua orang tua maupun anak tidak ingin siklus sakit karena ingin diperhatikan ini terulang terus menerus.
Walaupun demikian, biasanya istri, suami atau orang tua atau orang terdekat lainnya lebih bersedia untuk memberikan kasih sayang dan untuk mau menerima apa adanya, memberikan perhatian ketika sedang sehat. Tapi bagaimana kalau perhatian yang diinginkan itu dari orang lain di luar rumah? Misalnya atasan di kantor, rekan kerja, atau partner bisnis? Mereka kadangkala tidak begitu menunjukkan kepedulian dengan apa yang dilakukan, meskipun yang telah dilakukan adalah merupakan sebuah prestasi atau menguntungkan atasan, rekan kerja, maupun rekan bisnis. Ketika sakit dan tidak ada baru mereka sadar dan cari-cari kita. Pikiran seperti ini yang sering membuat beberapa di antara kita memilih untuk tetap sakit. Demikian pertanyaan salah seorang rekan kepada saya.
Secara umum, diri kita adalah orang terpenting dalam hidup kita yang dapat membuat diri kita sendiri merasa mudah untuk disayangi apa adanya. Jika kita sudah cukup menyayangi diri kita sendiri, kasih sayang orang lain terhadap diri kita hanyalah bonus, bukan sesuatu yang kita harus didapatkan. Dan kita tetap dapat memberikan kasih sayang kepada orang lain tanpa syarat. Perasaan tanpa beban seperti ini mempermudah imunitas & metabolisme tubuh melakukan aktifitasnya untuk mempertahankan kesehatan bagi pemiliknya.
Semua yang saya sampaikan juga ditujukan untuk diri saya sendiri dan semoga bermanfaat.
Syahriar Rizza
Terapis Hati
rizza@terapihati.com