Bagaimana Cara Menghindari Kebiasaan Anak Berbohong Sejak Kecil?
Maret 5, 2011 Tinggalkan komentar
Sebagai orang tua, adalah sangat wajar ketika mempunyai kekuatiran saat anaknya berbohong. Apalagi jika berbohong-nya terus-terusan alias tanpa henti. Berbohong tentang kejadian di sekolah, berbohong tentang sudah makan atau belum. Berbohong sudah mandi atau belum, dan berbagai kebohongan lainnya. Kecenderungan orang tua kemudian adalah menasehati anak supaya tidak berbohong. Dan ketika nasehat tidak di dengarkan, semakin membuat bingung orang tua. Sehingga perlu ada pendekatan lain untuk membantu anak berhenti berbohong, tanpa terlalu sering marah atau memberikan nasehat. Karena jika sudah marah atau menasehati berulang-kali, sedangkan kebohongan tetap terjadi, itu sebagai tanda bahwa kemarahan ataupun nasehat kurang efektif dalam mengatasi kebohongan.
Jika yang ingin di hentikan hanyalah kebohongannya, sedangkan penyebab kebohongan tidak di gali, kemungkinan kebohongan tetap akan terus terjadi. Sehingga mencari penyebab & mengatasi penyebab kebohongan adalah cara terbaik untuk menghentikan kebohongan.
Ada banyak penyebab mengapa anak mudah berbohong. Tiga penyebab utama adalah anak berbohong adalah untuk mencari perhatian, karena meniru orang dewasa di sekitarnya & karena takut dengan resiko dari berkata jujur. Mari kita bahas satu per satu.
Setiap anak haus akan perhatian & pikiran yang sering ada di dalam kepalanya adalah, “Papi atau Mami sayang atau nggak ya sama aku?” Tanpa disadari anak sering melakukan berbagai hal yang tujuannya untuk mendapatkan perhatian, sebagai tanda bahwa dirinya disayangi. Ketika seorang anak merasa diperhatikan oleh orang tua-nya, anak akan merasa senang di dalam hatinya. Kita semua tahu tentang hal ini. Yang mungkin belum di ketahui oleh banyak orang adalah, menurut penelitian, bahwa perhatian yang negative lebih diinginkan oleh anak daripada tidak dipedulikan oleh orang tua. Dengan kata lain, sebagai contoh, anak akan merasa lebih di sayang ketika dimarahi oleh orang tua karena misalnya tidak mau belajar, daripada didiamkan saja seolah-olah orang tua tidak perduli anak mau belajar atau tidak. Tentunya cara yang terbaik bukan dimarahi, tapi ternyata dimarahi lebih diinginkan anak dari pada tidak dipedulikan. Ketika penelitian kebohongan ini dihubungkan dengan kondisi berbohong, ketika anak merasa dirinya tidak dipedulikan, anak tahu secara pasti bahwa dirinya akan diperhatikan jika berbohong (seperti dimarahi, diomelin, dinasehati, dll). Dan ketika anak sudah terbiasa bahwa dirinya hanya diperhatikan lebih banyak jika dirinya berbohong, kebohongan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit dihilangkan oleh sang anak. Karena otak anak tanpa disadari sudah menghubungkan antara kegiatan berbohong dengan perhatian orang tua.
Penyebab umum kedua dari mengapa anak suka berbohong adalah karena meniru kebohongan dari orang dewasa di sekitarnya. Misalnya seorang anak sedang jalan-jalan dengan keluarga ke mall dan kemudian berkata kepada orang tua, “Mami, belikan aku mainan dong!” Kemudian Mami menjawab, “Mami nggak ada uang.” Lalu beberapa menit kemudian anak melihat Mami mengambil dompet dari tas-nya dan mengeluarkan beberapa lembar uang Rp100rb untuk membayar barang belanjaan. Alam bawah sadar anak akan menangkap, bahwa Mami telah berbohong karena tadi bilangnya “nggak ada uang”, ternyata barusan mengeluarkan beberapa ratus ribu rupiah dari dalam dompet. Mungkin yang ada di kepala Mami niatnya bukan berbohong. Mungkin yang ada dalam pikiran Mami adalah, “Uang Mami habis untuk beli belanjaan makanan buat di rumah, sehingga nggak ada sisanya untuk beli mainan.” TAPI, yang keluar dari mulut Mami adalah, “Mami nggak ada uang.” Berhubung anak tidak bisa membaca pikiran Mami, anak menangkap kebohongan. Padahal kalau Mami bisa menjelaskan lebih lengkap, “Uang Mami sudah dibagi untuk bayar listrik, untuk bayar sekolah, beli makanan buat di rumah, beli baju kamu, jadi uangnya untuk beli mainan sekarang sudah tidak ada. Mungkin bulan depan ya kita beli mainan?”, anak mungkin akan lebih bisa menerima & tetap menganggap bahwa Mami orang yang jujur.
Cerita di atas hanyalah salah satu contoh dari berbagai kemungkinan yang ada tentang peniruan anak-anak terhadap tindakan orang dewasa. Mungkin anak sering dibohongi oleh temannya, mungkin anak sering dibohongi oleh pembantu, dan lainnya. Mungkin juga dalam pergaulan anak suka melihat candaan orang dewasa dengan cara berbohong, misalnya , ”Kamu tahu nggak, Papi dulu kan pernah jadi pilot?” Ketika anak kelihatan bingung, karena Papinya selama ini kalau kerja hanya pergike kantor, Papi lalu berkata, “Hehehehe, tadi percaya ya? Nggak kok, Papi belajar terbang saja nggak pernah.” Akhirnya anak merasa bahwa berbohong adalah hal yang biasa.
Contoh lainnya misalnya Papi ngomong, “Kalau kamu tidak mau makan malam, nanti kalau tidur digigit ular lho?” Saat ini diucapkan, anak jadi takut lalu kemudian mau makan. Kemudian suatu saat tidak makan malam, dan ketiduran, dan keesokan harinya baik-baik saja alias tidak ada ular yang menggigir, akhirnya anak menangkap kebohongan dari Papi.
Sehingga untuk menghindari peniruan anak dari kebohongan orang dewasa, SEMUA jenis komunikasi, bercanda, nasehat yang melibatkan kebohongan, HILANGKAN. Dan minta maaf kepada anak jika memang pernah berbohong lalu sepertinya anak meniru kebohongan.
Hal umum ketiga yang membuat anak mudah berbohong yaitu karena takut dengan resiko jika berkata jujur. “Kalau aku ngomong jujur, aku nanti diapain ya? Apakah di omelin, dimarahi, dihukum, atau apa ya?” Ketika berbagai macam resiko jika jujur masih terpendam di dalam hati anak, kecenderungan anak untuk berbohong terus akan terjadi. Karena manusia pada dasarnya mempunyai insting alami untuk melindungi hatinya supaya tidak terluka.
Mengapa ada rasa takut di dalam hati anak akan resiko jika jujur? Secara umum karena pernah terjadi dan/atau pernah di ancam. Dulu, ketika jujur, pernah di marahi, diomelin, di hokum dan lainnya. Dulu, sering di ancam supaya mau jujur.
Seandainya sudah terjadi, ada ketakutan dalam hati anak untuk berkata jujur, apa yang bisa dilakukan oleh orang tua? Yang pertama yaitu memastikan bahwa ketakutan anak untuk berkata jujur bukan di sebabkan oleh oleh orang tua. Jika memang orang tua yang menyebabkannya, orang tua bisa meminta maaf dengan anak untuk mengobati luka hati anak di masa lampau akibat dimarahi, di hokum dll ketika berkata jujur. Kemudian berjanji tidak marah jika anak berkata jujur.
Sehingga ada tiga penyebab umum mengapa anak tidak jujur, yaitu untuk mencari perhatian, peniruan dari orang dewasa disekitarnya dan karena takut dengan resiko jika jujur.
Kalau begitu, apakah orang tua tidak boleh menunjukkan kemarahan ataupun menghukum anak? Idealnya memang begitu. Karena kemarahan yang ditunjukkan & hukuman yang diberikan kepada anak bisa melukai perasaan anak, yang bisa terbawa sampai di usia lanjut, bahwa ketika orang tua sudah meninggal dunia beberapa puluh tahun sebelumnya.
Semoga Membantu.
Syahriar Rizza
Terapis Hati