Bagaimana Cara Menghindari Kebiasaan Anak Berbohong Sejak Kecil?

Sebagai orang tua, adalah sangat wajar ketika mempunyai kekuatiran saat anaknya berbohong. Apalagi jika berbohong-nya terus-terusan alias tanpa henti. Berbohong tentang kejadian di sekolah, berbohong tentang sudah makan atau belum. Berbohong sudah mandi atau belum, dan berbagai kebohongan lainnya. Kecenderungan orang tua kemudian adalah menasehati anak supaya tidak berbohong. Dan ketika nasehat tidak di dengarkan, semakin membuat bingung orang tua. Sehingga perlu ada pendekatan lain untuk membantu anak berhenti berbohong, tanpa terlalu sering marah atau memberikan nasehat. Karena jika sudah marah atau menasehati berulang-kali, sedangkan kebohongan tetap terjadi, itu sebagai tanda bahwa kemarahan ataupun nasehat kurang efektif dalam mengatasi kebohongan.

Jika yang ingin di hentikan hanyalah kebohongannya, sedangkan penyebab kebohongan tidak di gali, kemungkinan kebohongan tetap akan terus terjadi. Sehingga mencari penyebab & mengatasi penyebab kebohongan adalah cara terbaik untuk menghentikan kebohongan.

Ada banyak penyebab mengapa anak mudah berbohong. Tiga penyebab utama adalah anak berbohong adalah untuk mencari perhatian, karena meniru orang dewasa di sekitarnya & karena takut dengan resiko dari berkata jujur. Mari kita bahas satu per satu.

Setiap anak haus akan perhatian & pikiran yang sering ada di dalam kepalanya adalah, “Papi atau Mami sayang atau nggak ya sama aku?” Tanpa disadari anak sering melakukan berbagai hal yang tujuannya untuk mendapatkan perhatian, sebagai tanda bahwa dirinya disayangi. Ketika seorang anak merasa diperhatikan oleh orang tua-nya, anak akan merasa senang di dalam hatinya. Kita semua tahu tentang hal ini. Yang mungkin belum di ketahui oleh banyak orang adalah, menurut penelitian, bahwa perhatian yang negative lebih diinginkan oleh anak daripada tidak dipedulikan oleh orang tua. Dengan kata lain, sebagai contoh, anak akan merasa lebih di sayang ketika dimarahi oleh orang tua karena misalnya tidak mau belajar, daripada didiamkan saja seolah-olah orang tua tidak perduli anak mau belajar atau tidak. Tentunya cara yang terbaik bukan dimarahi, tapi ternyata dimarahi lebih diinginkan anak dari pada tidak dipedulikan. Ketika penelitian kebohongan ini dihubungkan dengan kondisi berbohong, ketika anak merasa dirinya tidak dipedulikan, anak tahu secara pasti bahwa dirinya akan diperhatikan jika berbohong (seperti dimarahi, diomelin, dinasehati, dll). Dan ketika anak sudah terbiasa bahwa dirinya hanya diperhatikan lebih banyak jika dirinya berbohong, kebohongan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit dihilangkan oleh sang anak. Karena otak anak tanpa disadari sudah menghubungkan antara kegiatan berbohong dengan perhatian orang tua.

Penyebab umum kedua dari mengapa anak suka berbohong adalah karena meniru kebohongan dari orang dewasa di sekitarnya. Misalnya seorang anak sedang jalan-jalan dengan keluarga ke mall dan kemudian berkata kepada orang tua, “Mami, belikan aku mainan dong!” Kemudian Mami menjawab, “Mami nggak ada uang.” Lalu beberapa menit kemudian anak melihat Mami mengambil dompet dari tas-nya dan mengeluarkan beberapa lembar uang Rp100rb untuk membayar barang belanjaan. Alam bawah sadar anak akan menangkap, bahwa Mami telah berbohong karena tadi bilangnya “nggak ada uang”, ternyata barusan mengeluarkan beberapa ratus ribu rupiah dari dalam dompet. Mungkin yang ada di kepala Mami niatnya bukan berbohong. Mungkin yang ada dalam pikiran Mami adalah, “Uang Mami habis untuk beli belanjaan makanan buat di rumah, sehingga nggak ada sisanya untuk beli mainan.” TAPI, yang keluar dari mulut Mami adalah, “Mami nggak ada uang.” Berhubung anak tidak bisa membaca pikiran Mami, anak menangkap kebohongan. Padahal kalau Mami bisa menjelaskan lebih lengkap, “Uang Mami sudah dibagi untuk bayar listrik, untuk bayar sekolah, beli makanan buat di rumah, beli baju kamu, jadi uangnya untuk beli mainan sekarang sudah tidak ada. Mungkin bulan depan ya kita beli mainan?”, anak mungkin akan lebih bisa menerima & tetap menganggap bahwa Mami orang yang jujur.

Cerita di atas hanyalah salah satu contoh dari berbagai kemungkinan yang ada tentang peniruan anak-anak terhadap tindakan orang dewasa. Mungkin anak sering dibohongi oleh temannya, mungkin anak sering dibohongi oleh pembantu, dan lainnya. Mungkin juga dalam pergaulan anak suka melihat candaan orang dewasa dengan cara berbohong, misalnya , ”Kamu tahu nggak, Papi dulu kan pernah jadi pilot?” Ketika anak kelihatan bingung, karena Papinya selama ini kalau kerja hanya pergike kantor, Papi lalu berkata, “Hehehehe, tadi percaya ya? Nggak kok, Papi belajar terbang saja nggak pernah.” Akhirnya anak merasa bahwa berbohong adalah hal yang biasa.

Contoh lainnya misalnya Papi ngomong, “Kalau kamu tidak mau makan malam, nanti kalau tidur digigit ular lho?” Saat ini diucapkan, anak jadi takut lalu kemudian mau makan. Kemudian suatu saat tidak makan malam, dan ketiduran, dan keesokan harinya baik-baik saja alias tidak ada ular yang menggigir, akhirnya anak menangkap kebohongan dari Papi.

Sehingga untuk menghindari peniruan anak dari kebohongan orang dewasa, SEMUA jenis komunikasi, bercanda, nasehat yang melibatkan kebohongan, HILANGKAN. Dan minta maaf kepada anak jika memang pernah berbohong lalu sepertinya anak meniru kebohongan.

Hal umum ketiga yang membuat anak mudah berbohong yaitu karena takut dengan resiko jika berkata jujur. “Kalau aku ngomong jujur, aku nanti diapain ya? Apakah di omelin, dimarahi, dihukum, atau apa ya?” Ketika berbagai macam resiko jika jujur masih terpendam di dalam hati anak, kecenderungan anak untuk berbohong terus akan terjadi. Karena manusia pada dasarnya mempunyai insting alami untuk melindungi hatinya supaya tidak terluka.

Mengapa ada rasa takut di dalam hati anak akan resiko jika jujur? Secara umum karena pernah terjadi dan/atau pernah di ancam. Dulu, ketika jujur, pernah di marahi, diomelin, di hokum dan lainnya. Dulu, sering di ancam supaya mau jujur.

Seandainya sudah terjadi, ada ketakutan dalam hati anak untuk berkata jujur, apa yang bisa dilakukan oleh orang tua? Yang pertama yaitu memastikan bahwa ketakutan anak untuk berkata jujur bukan di sebabkan oleh oleh orang tua. Jika memang orang tua yang menyebabkannya, orang tua bisa meminta maaf dengan anak untuk mengobati luka hati anak di masa lampau akibat dimarahi, di hokum dll ketika berkata jujur. Kemudian berjanji tidak marah jika anak berkata jujur.

Sehingga ada tiga penyebab umum mengapa anak tidak jujur, yaitu untuk mencari perhatian, peniruan dari orang dewasa disekitarnya dan karena takut dengan resiko jika jujur.

Kalau begitu, apakah orang tua tidak boleh menunjukkan kemarahan ataupun menghukum anak? Idealnya memang begitu. Karena kemarahan yang ditunjukkan & hukuman yang diberikan kepada anak bisa melukai perasaan anak, yang bisa terbawa sampai di usia lanjut, bahwa ketika orang tua sudah meninggal dunia beberapa puluh tahun sebelumnya.

Semoga Membantu.

Syahriar Rizza
Terapis Hati

Bagaimana caranya supaya anak mudah untuk konsentrasi dan duduk diam saat belajar?

Supaya anak bisa berkonsentrasi dalam jangka panjang, yang sebaiknya dilakukan adalah bukan sekedar membuat anak supaya mau duduk diam & belajar, tapi bisa diusahakan untuk mencari PENYEBAB mengapa anak susah untuk diam & belajar. Karena jika anak disuruh untuk duduk diam & belajar, sedangkan penyebab anak seperti itu tidak diatasi, di kemudian hari kemungkinan anak akan tetap mengalami kesulitan dalam belajar.

Ada banyak penyebab mengapa anak tidak bisa berkonstrasi ketika belajar. Ada penyebab dari faktor fisik dan ada juga penyebabnya dari faktor perasaan. Kalau dari faktor fisik, penyebabnya bisa jadi memang ada masalah dengan syaraf anak sejak kecil yang menyebabkannya susah untuk berkonsentrasi. Misalnya untuk anak yang masuk kategori penyandang autism atau ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Untuk memprediksi awal apakah kesulitan anak untuk konsentrasi belajar disebabkan oleh autism atau kah ADHD, cara yang paling sederhana adalah dengan mengamati kegiatan sosialisasi anak2 sehari-hari. Seandainya selain kegiatan belajar, anak tidak mengalami kesulitan dalam bersosialisasi, dan anak juga tidak mengalami kesulitan untuk konsentrasi dalam melakukan hal2 yang di sukai-nya, misalnya membaca buku kesukaannya, kemungkinan besar anak bukan penyandang autism ataupun ADHD. Jika anak sulit konsentrasi dalam SEMUA hal & ketika di ajak berkomunikasi secara normal anak seperti mempunyai kesulitan untuk bertatapan mata, ada kemungkinan anak adalah penyandang autism. Untuk mengetahui secara pasti apakah anak di diagnose dengan autism atau kah ADHD, anak bisa di bawa ke psikolog untuk di lakukan tes lebih lanjut.
Faktor fisik yang lainnya penyebab anak sulit untuk konsentrasi bisa juga karena sedang mengantuk, sehingga yang dipikirkan anak hanya ingin tidur. Untuk mengatasinya bisa dilihat apakah jam tidur anak sudah cukup. Jika belum, usahakan anak mendapatkan jam tidur yang cukup sehingga bisa konsentrasi belajar. Selain rasa ngantuk, bisa juga anak sedang merasa lapar, sehingga yang dipikirkan anak di kepala-nya adalah makanan, sehingga sulit konsentrasi ke pelajaran. Pastikan anak tidak merasa lapar saat belajar, untuk memudahkan otaknya menerima pelajaran yang diberikan.

Di atas telah di bahas faktor fisik yang umumnya menjadi penyebab mengapa anak sulit konsentrasi untuk belajar. Tapi biasanya, faktor terbesar yang menyebabkan anak sulit konsentrasi belajar adalah karena faktor perasaan. Dan dalam faktor perasaan, penyebab anak sulit konsentrasi untuk belajar dibagi lagi menjadi 2 bagian, yaitu penyebab yang berhubungan secara langsung dengan pelajaran dan penyebab yang tidak berhubungan secara langsung dengan pelajaran.
Penyebab dari segi perasaan yang berhubungan langsung dengan pelajaran contohnya adalah trauma terhadap pelajaran karena pernah dimarahi orang tua tau guru ketika nilai pelajaran jelek, pernah dipermalukan oleh teman ketika nilai pelajaran jelek, pernah di hukum di depan kelas ketika nilai pelajaran jelek, orang tua atau guru yang galak dalam memberikan pelajaran, ketidak-sukaan anak terhadap mata pelajaran yang bersangkutan, dan berbagai penyebab lainnya. Selama trauma dihukum, dimarahi, diomelin, dipermalukan dan lainnya terhadap pelajaran yang bersangkutan belum diatasi sepenuhnya, kesulitan konsentrasi anak dalam belajar akan cenderung tetap terjadi. Karena tanpa disadari oleh anak, setiap kali melihat buku pelajaran yang membuat trauma, yang muncul dalam bayangannya adalah peristiwa dalam hidupnya yang membuatnya kecewa dengan dirinya sendiri, karena di hokum, dimarahi, diomelin dan lainnya yang membuat dirinya merasa bahwa dia tidak mampu untuk belajar dengan baik.
Sedangkan penyebab anak sulit konsentrasi untuk belajar dari sisi yang tidak berhubungan secara langsung dengan pelajaran adalah misalnya ada masalah dengan teman, kakak, adik, orang tua, guru, tetangga, paman, tante, kakek, nenek dan lain sebagainya. Kehidupan seorang anak bukan hanya menyangkut pelajaran, tapi juga menyangkut kehidupan sosialnya dengan orang2 di sekitarnya. Tidak ada kehidupan anak yang sempurna. Pasti ada minimum satu bagian dari hidupnya, dimana anak merasakan perasaan yang tidak enak di dalam hatinya. Mungkin anak merasa sering dimarahi oleh orang tua, sehingga dia merasa tidak nyaman atau aman dalam hidupnya. Mungkin anak juga merasa dipilih kasih oleh orang tua-nya dibandingkan kakak atau adiknya. Mungkin anak merasa bahwa dirinya dibandingkan dengan saudara-saudaranya dan teman-temannya oleh orang tua maupun guru. Mungkin saat di sekolah anak merasa tidak nyaman dengan pergaulan dengan guru maupun teman-temannya. Mungkin secara umum anak merasa tidak bahagia karena merasa kurang di sayang, kurang di dengarkan, dan berbagai hal lain yang diinginkan oleh seorang anak. Semua hal ini bisa mengganggu perasaan anak sehingga menyebabkannya sulit konsentrasi dalam belajar. Sulit buat anak untuk belajar sebagai persiapan ujian keesokan hari di sekolah jika misalnya sang anak merasa takut bahwa besok dirinya akan di ejek oleh temannya di sekolah. Ketika anak sering merasa bahwa dirinya kurang di sayang oleh orang tua, sulit juga baginya untuk bisa konsentrasi belajar, sedangkan yang ada didalam hatinya adalah perasaan, “Mama-ku sayang nggak ya sama aku? Kok aku dimarahi terus setiap hari?”

Berbagai hal di atas adalah berbagai contoh KEMUNGKINAN dari penyebab anak kesulitan untuk konsentrasi belajar. Sehingga dalam masalah apapun yang di hadapi anak, cara yang terbaik adalah berusaha mencari penyebabnya, yaitu dengan cara berkomunikasi dengan anak.

Tapi biasanya ada masalah baru, yaitu anak tidak mau menjawab atau bingung untuk menjawab ketika di tanya penyebab dari mengapa dia tidak bisa konsentrasi belajar. Jika ini yang terjadi, berarti ada masalah di belakang masalah. Masalah awalnya adalah anak sulit konsentrasi belajar. Untuk mengetahui sebabnya, anak perlu di tanya. Tapi ketika di tanya, anak tidak mau atau bingung untuk menjawab. Berarti ada masalah baru, yaitu anak tidak mau atau bingung untuk menjawab. Mari kita jawab satu per satu.

Ketika anak ditanya dan tidak mau menjawab, berarti ada perasaan takut di dalam hati anak untuk menjawab. Yaitu takut dengan resiko jika menjawab. Apakah resikonya yang ada di benak anak? Bisa macam-macam, tergantung apa saja yang telah di alami oleh anak selama ini. Mungkin takut di marahi, takut dianggap berbohong, takut bahwa jawabannya tidak menyelesaikan masalah, takut tidak di dengarkan, takut di omelin, takut dilaporkan ke guru atau teman (jika masalah menyangkut dengan guru atau teman di sekolah), dan berbagai resiko lain yang di takuti oleh anak jika menjawab pertanyaan. Jika ini yang terjadi, bantu anak untuk memahami bahwa dia bisa jawab apa saja dan orang tua janji tidak akan marah. Atau janji akan berusaha membantu anak. Atau jika masalah anak karena takut di marahi, orang tua janji untuk minta maaf & berusaha untuk tidak marah2 lagi. Sehingga anak merasa aman & nyaman untuk menjawab pertanyaan, tanpa takut dengan resikonya, sehingga orang tua mendapatkan jawaban dari masalah anak & bisa berusaha untuk mengatasi penyebabnya. Apakah itu denga berusaha mengatasinya sendiri atau dengan cara mencari bantuan professional seperti dari seorang Terapis Hati.

Jika anak merasa bingung dengan pertanyaan, “Mengapa kamu sulit konsentrasi belajar?”, kemungkinan karena pertanyaannya salah. Pertanyaan “mengapa”, “kenapa” & “bagaimana” adalah pertanyaan-pertanyaan alam sadar. Maksudnya adalah, supaya anak bisa menjawab pertanyaan dengan jenis ini, otak anak harus memproses pertanyaan sebelum bisa memberikan jawabannya. Pada umumnya anak tidak begitu paham mengapa dia sulit konsentrasi belajar. Yang dia tahu hanyalah bahwa dia sulit konsentrasi belajar? Mengapa? Tidak tahu, bingung, mungkin karena ini, mungkin karena itu, dan lain sebagainya. Berbagai jawaban ini tidak ada manfaatnya bagi orang tua, karena tidak bisa dimanfaatkan untuk membantu anak supaya bisa lebih konsentrasi belajar.

Kalau begitu, jenis pertanyaan apa yang bisa ditanyakan, supaya jawaban anak lebih akurat? Yaitu dengan pertanyaan alam bawah sadar: apa, siapa, kapan & dimana. Beberapa contoh sebagai berikut: “Apa-nya yang tidak kamu sukai dari pelajaran ini? Pelajaran apa yang kamu sukai & tidak sukai? Hapalan, hitungan, soal cerita, atau apanya? Siapa guru yang kamu sukai & tidak sukai? Siapa yang pernah memarahi kamu kalau tidak mau belajar? Siapa yang pernah memarahi kamu kalau nilai kamu jelek? Kamu lebih suka belajar dengan siapa, Papi atau Mami? Mulai kapan kamu tidak suka dengan pelajaran ini? Kapan kamu merasa lebih suka belajar, pagi, siang, sore atau malam? Konsentrasi belajar kamu biasanya paling bagus sekitar jam berapa?”
Dengan berbagai pertanyaan ini jawaban yang di dapatkan oleh orang tua akan lebih bermanfaat, dibandingkan jawaban dari pertanyaan “kenapa”, “mengapa” atau “bagaimana”. Memang tidak mudah, tapi dengan latihan & praktek berbagai hal yang awalnya tidak mudah akan semakin mudah.

Walaupun demikian, pertanyaan “kenapa”, “mengapa” atau “bagaimana” tetap bermanfaat, asalkan penggunaannya sesuai dengan tujuan yang ingin di capai oleh yang bertanya. Seperti apa persisnya, akan di bahas pada artikel yang lain.

Semoga Membantu.

Syahriar Rizza
Terapis Hati

Bagaimana cara mengatasi anak yang labil, emosian & gampang panik?

Seorang Ibu mempunyai anak yang labil, emosian, gampang panik. Contohnya kalo telat bangun ke sekolah bisa marah-marah sendiri. Bagaimana cara penanggulangannya? Tapi kalo diajak ngobrol / berkomunikasi sama orang tua dia sangat kooperatif & terbuka.

Jika anak sangat kooperatif & terbuka ketika berbicara dengan orang tua, setengah dari masalah telah teratasi. Langkah selanjutnya adalah mempraktekkan cara bertanya yang baik dan kemudian mempraktekkan teknik parenting atau terapi untuk mengatasi masalahnya.

Anak yang emosinya berlebihan mengindikasikan bahwa ada emosi negative yang terpendam. Jika anak mudah marah, berarti ada kemarahan terpendam. Jika anak mudah takut, berarti ada ketakutan terpendam. Perasaan negative terpendam ini bisa disebabkan oleh orang yang sama atau oleh orang yang berbeda.

Apakah anak sering dimarahi? Jika iya, ada kemungkinan anak memarahi dirinya sendiri, untuk menghindari dimarahi oleh orang tua. Karena dimarahi oleh orang tua rasanya tidak enak. Anak seperti ini punya kecerdasan yang cukup tinggi karena dia bisa melakukan sesuatu untuk menghindar di marahi dengan cara terselubung.

Apakah orang tua mudah panik juga? Terutama, apakah sang Ibu saat hamil ada perasaan mudah panik? Jika iya, kemungkinan anak ikut tertular perasaan tersebut.

Solusi awal, ajak anak bicara empat mata, dan tanyakan apa yang mengganggu perasaannya, sesuai dengan masalah yang dihadapi? Apa yang dikuatirkan kalau terlambat ke sekolah? Takut dimarahi, takut ketinggalan pelajaran sekolah, takut dilihatin teman sekelas waktu masuk kelas, atau apa? Jika karena takut dimarahi oleh orang tua, orang tua bisa minta maaf dengan anak karena pernah memarahi-nya. Jika takut ketinggalan pelajaran, anak bisa dibantu untuk tidur malam lebih cepat.

Semoga Membantu

Syahriar Rizza
Terapis Hati

Bagaimana cara mengatasi dampak buruk dari pembantu terhadap anak yang kedua orang tua-nya bekerja?

Ketika kedua orang tua bekerja, anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan pembantu. Dampak yang terlihat sekarang, adalah perkataan dan perilaku menjadi agak kasar. Bagaimana cara mengontrol & mengatasinya?

Idealnya memang Ibu mengurus anak di rumah & Bapak berkerja untuk mencari nafkah. Tapi saya tahu buat kebanyakan orang tua, bukan hal ini yang ingin di dengar, karena dengan perkembangan zaman, sudah sangat umum terjadi di Indonesia bahwa kedua orang tua bekerja & anak di urus oleh pembantu di rumah. Sehingga perlu ada pendekatan lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah yang di tanyakan di atas, seandainya kedua orang tua tetap butuh untuk bekerja.

Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah memastikan, apakah memang anak jadi kasar karena pembantu? Ataukah karena hal lainnya seperti tontonan, TV, teman sekolah, teman tetangga, anggota keluarga seperti paman tante kakek nenek dan lainnya? Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu memasang kamera pengintai di tempat tersembunyi. Karena beberapa perilaku pembantu bisa berbeda ketika hanya bersama anak atau ketika bersama dengan orang tua dari si anak.

Jika sudah pasti karena pembantu anak menjadi kasar seperti itu, pilihannya adalah membawa pembantu ke Terapis yang berpengalaman supaya bisa berubah, atau langsung pecat. Nasehat dan saran dari orang tua anak kepada pembantu sulit dipraktekkan oleh pembantu jika dia sudah biasa berbicara seperti itu sejak lama.

Setelah masalah pembantu teratasi, orang tua bisa lebih sering berbicara empat mata dengan anak, berbicara dari hati ke hati. Kemudian saat di kantor, lebih sering telpon anak, bukan sekedar untuk menanyakan sekolah, tapi menyampaikan kata2 penuh perasaan misalnya Mama kangen sama anak saat sedang bekerja di kantor.

Ketika anak sudah merasa dekat dengan orang tua, akan lebih mudah untuk anak bisa lebih terbuka dengan orang tua-nya. Baru kemudian orang tua bisa bertanya hal2 seperti, “Mama tahu kamu anak yang baik. Tapi kadang2 Mama dengan kamu bicara dengan nada atau kata2 yang kurang baik. Dengar dari siapa? Dari pembantu, TV, teman, guru? Mama janji nggak akan marah. Mama pengen tahu saja, soalnya Mama tahu kamu anak yang baik.” Sehingga bisa lebih tahu kondisi anak. Lalu tinggal mempraktekkan teknik2 menjadi orang tua yang lebih baik.

Bagaimana dengan urusan pembantu pengasuh anak? Pastikan untuk menyeleksi pembantu dengan tepat, karena akan sangat mempengaruhi perkembangan mental & jiwa anak. Lebih baik lagi jika pembantu sudah mendapatkan training tentang cara mengasuh anak. Jadi bukan sekedar pembantu, tapi trained babysitter. Sehingga orang tua merasa aman bahwa anak-nya di asuh oleh seseorang yang bisa dipercaya.

Semoga Membantu.

Syahriar Rizza
Terapis Hati

Bagaimana cara mengatasi anak yang sangat aktif atau hyperactive dan bagaimana cara mengatasi dampak negatifnya?

Mayoritas kasus hyperactive disebabkan oleh 2 hal, yaitu hyperactive karena ada gangguan di syaraf & hyperactive karena ada emosi negatif yang terpendam. Bisa juga gabungan dari kedua-nya. Untuk tahu apakah anak masuk kategori yang mana, bisa dibawa ke psikolog untuk di tes & di bawa ke dokter ahli syaraf untuk di periksa tentang kemungkinan gangguan syaraf.

Seandainya belum ingin ke psikolog atau ke dokter karena berbagai situasi, misalnya karena masalah waktu atau dana, di toko buku banyak buku2 yang membahas masalah hyperactive, misalnya buku yang membahas tentang autisme, ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), dan lainnya.

Tapi dalam banyak kasus, yang sering ditemukan adalah anak bukan hyperactive karena masalah syaraf, tapi karena ada emosi negatif terpendam.

Bagaimana cara mendeteksinya?

Ketika anak melakukan sesuatu secara berlebihan, ada beberapa kemungkinan. Bisa jadi karena keasyikan, bisa juga karena pelarian. Mari kita bahas yang karena pelarian.

Ketika seorang anak merasa sebel atau marah dalam hidupnya, karena berbagai hal, ada beberapa anak yang kemudian jadi murung, tapi ada juga yang tanpa disadari ingin menghindar dari perasaan tersebut. Akhirnya jadi berlarian atau main berbagai macam jenis mainan, karena ketika melakukan semua kegiatan itu, dia bisa lari dari perasaan sebel atau marah-nya tadi. Saat bermain, lupa sama marah-nya. Tapi setelah selesai bermain, jadi marah lagi. Lalu bermain lagi, dan begitu seterusnya.

Sampai akhirnya ketagihan untuk bermain mainan tertentu, seperti video game, computer, dan lainnya. Dan karena memang video game di ciptakan oleh perusahaan pembuatnya untuk membuat pemain ketagihan, anak jadi ketagihan dengan video game. Dan ketika video game-nya membutuhkan kecepatan anak dalam merespons game, anak jadi terbiasa merespons dengan cepat, sehingga ketika dalam kegiatan belajar membutuhkan respons yang lebih lambat, anak merasa kesulitan. Akhirnya memperparah kondisi hyperactive yang telah ada sebelum anak ketagihan bermain game.

Sehingga cara terbaik untuk menghindari hyperactive pada diri anak yaitu dengan menghindari game yang alur-nya cepat. Kemudian lebih sering berbicara empat mata (berdua saja) dengan anak tentang dirinya, bukan tentang apa yang dilakukannya.

Misalnya bukan bertanya tentang tadi habis ngapain di sekolah, belajar apa saja, dan lainnya. Tapi lebih banyak lagi bertanya apa makanan kesukaannya, warna kesukaannya, paling suka mainan apa, paling suka kalau sama Mama melakukan apa, dan lainnya.

Semakin anak merasa dekat dengan orang tua, semakin anak merasa dirinya di sayang, sehingga orang tua akan lebih cepat mendeteksi dan mengantisipasi jika ada emosi negative terpendam di dalam diri anak. Sehingga anak tidak perlu melakukan pelarian dari emosi-emosi negatif yang tidak seharusnya dirasakan oleh anak.

Semoga Membantu.

Syahriar Rizza
Terapis Hati

Bagaimana cara menghadapi 2 anak laki-laki yang berbeda karakter?

Ada 2 anak laki-laki adik-kakak yang berbeda karakter. Yang 1 apabila diperhatikan akan menjadi lebih serius (normal dan tidak ada masalah). Tapi yg satu lagi kalo diberi perhatian malah marah-marah, seolah-olah tidak ingin diberikan perhatian lebih oleh orang tuanya. Bagaimana cara menghadapinya?

Setiap anak menginginkan perhatian dari orang tua-nya dengan cara yang berbeda. Ada yang menginginkan perhatian dalam bentuk sentuhan atau ingin lebih banyak di sentuh oleh orang tuanya. Ada yang ingin lebih banyak di ajak ngobrol dengan orang tua-nya. Ada yang ingin lebih sering dipuji. Ada yang ingin lebih banyak waktu dengan orang tua-nya. Dan lain sebagainya.

Sehingga dalam pertanyaan di atas, saya ASUMSI-kan bahwa “perhatian” yang di maksud adalah dalam bentuk “pertanyaan”. Dalam hal ini ini adalah pertanyaan yang menanyakan kabar di sekolah, dengan teman, dan lain sebagainya.

Seringkali sebagai orang tua kita merasa bahwa kalau anak kita mengalami suatu masalah, masalah tersebut tanpa kita sadari kita kotak-kotak-an. Maksudnya adalah, ketika anak di tanya kemudian jadi marah-marah, masalahnya adalah anak tidak mau ditanya. Atau mungkin kita merasa cara bertanya-nya yang salah. Padahal, sejak dalam kandungan Ibu sampai lahir sampai dengan saat ini, semua masalah anak di masa lalu yang belum terselesaikan, akan numpuk semua, dan timbul dalam bentuk perilaku yang membingungkan kita sebagai orang tua.

Misalnya si kakak waktu kecil penah ingin main sama Mama, tapi pada saat yang bersamaan Mama sedang menyusui si adik. Lalu Mama berkata, “Sebentar ya, Mama nyusuin adik dulu.” Kemudian Mama meneruskan fokus menyusui adik tanpa berusaha memberi kakak alternatif mainan yang lain. Sebagai seorang Mama adalah wajar untuk berpendapat bahwa si kakak harusnya mengerti, bahwa adik bayi perlu di susui. Tapi si kakak belum pernah ikut training Terapi Hati. Si kakak waktu itu belum mengerti bagaimana dia harus bersikap. Sehingga si kakak tanpa di sadari memendam perasaan marah ke Mama, karena merasa dipilih kasih dibandingkan adiknya. Dulu kalau mau main sama Mama bisa langsung main, sekarang harus nunggu adik di susui dulu. Ketika komunikasi antara Mama & si kakak kurang lancar, perasaan terpendam seperti yang di contohkan barusan biasanya tidak muncul ke permukaan, tapi tetap bersemayam di dalam hati si kakak. Di tambah dengan berbagai hal2 negatif lain yang terjadi dengan atau tanpa di sadari, perasaan2 negatif ini tidak hilang2, tanpa disadari oleh si kakak juga.

Dan ketika kakak sudah agak besar, mungkin si kakak sendiri juga merasa bingung, “Mama kan hanya bertanya sederhana, kenapa aku reaksi-nya seperti itu ya?” Tanpa disadari oleh si kakak, emosi negatif-nya yang terpendam membuatnya ber-perilaku tidak semestinya kepada Mama.

Kemungkinan lain yang bisa terjadi yaitu sang Ibu saat hamil si adik & si kakak, mengalami perbedaan perasaan selama kehamilan. Ketika hamil si kakak, mungkin sang Ibu merasa baru nikah sehingga perlu penyesuaian dengan suami, sehingga muncul perasaan2 sedih atau marah yang terpendam. Jabang bayi juga bisa merasakan perasaan itu & bisa terbawa setelah dia dilahirkan. Sedangkan ketika hamil anak kedua, pernikahan dirasakan bahagia, sehingga jabang bayi juga bisa merasakan kebahagian tersebut. Sehingga si kakak menjadi anak yang mudah marah, sedangkan si adik menjadi anak yang lebih ceria.

Apakah bisa merubah kepribadian dasar anak, yang merupakan bawaan dari perasaan Ibu waktu hamil? Bisa, tapi tidak semudah merubah kepribadian anak yang terbentuk setelah lahir. Karena kepribadian yang terbentuk sejak di dalam kandungan lebih “mendarah-daging.” Dan ketika memahami bahwa kondisi kepribadian dasar anak juga terbentuk sejak dalam kandungan, yang sebagian besar dipengaruhi oleh perasaan Ibu saat hamil, akan lebih mudah buat orang tua untuk memahami anak, sehingga komunikasi kepada anak bisa lebih diisi dengan saling pengertian.

Terlepas dari apakah masalah anak sejak di dalam kandungan atau tidak, terlepas dari apakah anak mudah diberi perhatian atau tidak, ketika ada masalah, salah satu cara yang paling dianjurkan untuk mengatasinya yaitu mgajak berbicara anak tersebut, tanpa kehadiran orang lain, terutama saudaranya. Jadi hanya berdua alias empat mata. Sehingga anak merasa tidak punya resiko untuk mengungkapkan isi hatinya kepada orang tua. Dan ketika berbicara empat mata ini, Mama juga bisa sambil meyakinkan anak, bahwa, apapun yang dikatakannya, Mama tidak akan marah & akan berusaha memahami.

Contoh kalimat untuk ditanyakan ke anak, “Kakak tahu kan kalau Mama sayang sama Kakak? Kakak juga tahu kalau Kakak anak yang baik? Mama kadang2 bingung kalau waktu Mama Tanya kakak sesuatu, Kakak jawabnya sambil marah2. Mama salah tanya ya? Kakak merasa Mama lebih sayang sama adik ya? Apa yang Kakak inginkan dari Mama supaya ngerasa di sayang?” Sehingga bisa lebih tahu kondisi anak. Lalu tinggal mempraktekkan teknik2 menjadi orang tua yang lebih baik.

Semoga Membantu.

Syahriar Rizza
Terapis Hati

Bagaimana cara menghadapi 2 anak kembar yang beda sifatnya?

Dua anak yang dilahirkan sebagai anak kembar, sifatnya belum tentu sama. Walaupun anak kembar, sifat-nya pun bisa berbeda. Ada suatu kondisi dimana adiknya harus dibantu / “dimarahi” untuk bisa menyelesaikan pelajaran dan hasilnya memang bisa, tapi kakaknya kalo ditekan malah jadi error. Bagaimana supaya kakaknya ini bisa menyelesaikan pelajaran-nya, tanpa ditekan ?

Setiap anak dilahirkan dengan sifat & bakat yang berbeda. Keinginan mereka pun berbeda, walaupun di lahirkan sebagai anak kembar. Sehingga memperlakukan kedua anak dengan cara yang sama persis akan menimbulkan ketidak-adilan, karena persepsi setiap anak supaya merasa disayang oleh orang tua-nya berbeda-beda.

Secara umum, memarahi anak untuk bersedia melakukan sesuatu bukanlah hal yang baik untuk dilakukan. Karena akan menimbulkan luka batin atau sakit hati yang terpendam & akan untuk beberapa anak ada yang bisa meledak di kemudian hari, dalam bentuk sikap melawan orang tua. Hal ini biasanya terlihat sekitar mulai kelas 4SD. Sehingga walau adik lebih mudah untuk dimarahi supaya menurut orang tua, tetap ada resiko emosi negative terpendam & ketergantungan atas kemarahan dari orang tua supaya bersedia melakukan sesuatu.

Untuk kakak yang kalau di tekan malah jadi error, memarahinya adalah hal yang sebaiknya dihindari. Untuk kasus tidak mau belajar, secara umum yang bisa dilakukan terlebih dulu adalah menggali di dalam hati anak, perasaan apa yang dia rasakan sehingga tidak mau belajar?

Perasaan yang membuat tidak mau belajar bisa jadi karena hal yang berhubungan maupun tidak berhubungan dengan pelajaran. Yang tidak berhubungan misalnya merasa dipilih kasih oleh orang tua dengan adik, ada masalah di sekolah, merasa ngantuk, merasa lapar, dan berbagai keluhan perasaan lainnya. Berbagai hal ini bisa di atasi terlebih dahulu untuk membuat anak merasa lebih nyaman belajar.

Sedangkan berbagai perasaan yang membuat tidak mau belajar yang berhubungan dengan pelajaran contohnya adalah tidak suka dengan pelajaran, gurunya galak, tidak mengerti pelajarannya, tidak tahu tujuan belajar, ada trauma yang berhubungan dengan pelajaran, dan lainnya. Berbagai hal ini bisa di atasi terlebih dahulu untuk membuat anak merasa lebih nyaman belajar.

Sebagai contoh, sendainya anak merasa dipilih kasih, sehingga ada kesedihan terpendam, yang menyebabkannya sulit konsentrasi untuk belajar, orang tua bisa membantu anak untuk merasa di dalam hatinya bahwa orang tua-nya sayang kepada-nya apa ada-nya. Seandainya anak merasa trauma dengan pelajaran tertentu karena pernah nilai-nya jelek & lalu dimarahi oleh orang tua, orang tua bisa minta maaf atas kemarahan waktu itu, yang kemungkinan masih belum hilang luka batin atau sakit hati-nya di dalam hati anak, sehingga anak akan lebih mudah berkonsentrasi untuk belajar. Lalu tinggal mempraktekkan teknik2 menjadi orang tua yang lebih baik.

Semoga Membantu.

Syahriar Rizza
Terapis Hati

Bagaimana cara menghindari supaya anak tidak menuruni watak pemarah dari orang tua?

Caranya yaitu dengan menghindari cara mendidik orang tua zaman dulu yang kurang baik, yang beresiko menimbulkan luka batin atau sakit hati pada diri anak. Anak-anak adalah peniru yang sangat baik dan seringkali kurang bisa membedakan mana yang sebaiknya ditiru dan mana yang bukan. Yang ditiru pada umumnya adalah orang-orang terdekat, seperti orang tua, guru & teman. Lebih mudah mengendalikan perilaku kita sebagai orang tua daripada mengendalikan perilaku guru-guru & teman-teman dari anak kita. Sehingga jika ingin membantu anak menjadi penyabar, orang tua bisa menjadi penyabar lebih dulu. Jika ingin membantu anak menjadi seseorang yang disiplin, orang tua bisa menjadi lebih disiplin terlebih dahulu. Dan seterusnya.

Semoga Membantu.

Syahriar Rizza
Terapis Hati

Bagaimana cara hilangkan kebiasaan anak dalam berkhayal & apakah nanti bisa menjurus menjadi suka berbohong?

Anak-anak yang suka berkhayal menunjukkan bahwa imajinasi-nya cukup tinggi. Ketika anak menceritakan khayalannya, adalah kesempatan bagi orang tua untuk membuat anak merasa di dengarkan & di sayang oleh orang tua. Lama-lama biasanya kebiasaan berkhayal akan berkurang.

Pernyataan di atas adalah di asumsikan bahwa anak berkhayal untuk hal yang positif.  Akan tetapi memang dalam beberapa situasi, anak-anak berkhayal sebagai sarana pelarian dari kehidupannya yang dianggapnya kurang menyenangkan. Kehidupan kurang menyenangkan misalnya ada permasalahan dengan saudara, teman, orang tua, guru, dan lainnya. Dengan berkhayal mereka bisa bebas membayangkan apa saja yang bisa menyenangkan hatinya.

Untuk mengurangi kebiasaan anak untuk berkhayal, bisa ditambah jumlah waktu komunikasi antara orang tua & anak, sehingga waktu anak untuk berkhayal otomatis jadi berkurang. Dan juga dengan lebih sering komunikasi, akan lebih mudah bagi orang tua untuk mendeteksi seandainya anak berkhayal sebagai pelarian atas permasalahan dalam hidupnya, sehingga bisa di antisipasi sejak dini.

Tentang anak yang suka berbohong, pada dasarnya semua perilaku anak yang negatif, biasanya ada penyebab emosi negative-nya. Dalam hal perilaku berbohong, penyebab yang paling umum adalah perasaan takut dengan resiko jika berkata jujur. Takut dimarahi, takut di omelin, takut dipukul, takut diadukan ke orang lain, takut dinasehati berkepanjangan, takut mengecewakan orang tua, dan lainnya. Selama trauma karena perasaan takut masih ada, biasanya akan sulit bagi anak untuk bisa berkata jujur, walaupun pada dasarnya anak tersebut adalah anak yang baik.

Bagaimana hubungan berkhayal dengan berbohong? Seandainya ada, kemungkinannya kecil. Karena penyebab berbohong biasanya karena ada trauma karena perasaan takut yang terpendam. Dan trauma pada diri anak sangat jarang disebabkan karena anak tersebut suka berkhayal.

Dan untuk menghindari anak supaya mudah berkata jujur adalah dengan membantu anak untuk merasa aman & nyaman untuk berkata jujur. Beberapa hal yang bisa membantu untuk hal tersebut adalah jarang menunjukkan kemarahan kepada anak, tetap menjaga komunikasi sehingga anak merasa di dengarkan, berusaha mengerti perasaan anak. Dan yang paling penting adalah membuat anak merasa di saying tanpa syarat. Bahwa apapun yang terjadi dalam hidupnya, dirinya tetap disayang oleh orang tua apa adanya. Dan membuat anak merasa bahwa semua perilaku-nya yang  baik bukan untuk menyenangkan orang tua, tapi dilakukan untuk kebaikan dirinya sendiri, membuat perilaku baik pada diri anak lebih mudah untuk dipertahankan dalam jangka panjang.

Semoga Membantu.

Syahriar Rizza
Terapis Hati